Sunday 25 July 2021

Kalau Nggak Ada Buku di Dunia ini

Apakah kalian tau Johannes Guttenberg? Yes, penemu mesin cetak modern pertama di dunia, yang ditemukan sekitar tahun 1445. Berkat penemuannya, buku yang tadinya bersifat ekslusif untuk golongan tertentu (gereja dan kerajaan saja), jadi bisa diproduksi lebih masif dan dinikmati lebih banyak orang. 

Kalo penemuan itu nggak terjadi, kayak apa ya dunia ini? 

 

Ngomong-ngomong, taukah kapan buku pertama kali masuk Indonesia? Sekitar tahun 1659, dibawa oleh seorang misionaris Belanda. Wow, beda 200 tahun gaes. Jadi tentu tidak apple to apple ya membandingkan budaya membaca, bahkan literasi bangsa kita dengan bangsa Eropa handai taulannya Pak Guttenberg :) (Oh iya, informasi ini ku dapat dari buku Dongeng Panjang Literasi Indonesia yang ditulis oleh ibu Yona Primadesi).

 

Eits tapi jangan sedih, coba lihat fakta berikut:


Sungguh membanggakan, bukan? :)

 

Melihat meme itu, diriku jadi kepo, emang Candi Borobudur itu dibangun tahun berapa sih? Lalu ini jawaban yang kutemui di Wikipedia:



Wadidaw. Tidak ada bukti tertulis membuat yang harusnya fakta, jadi sebuah kira-kira. Kebayang kalau kala itu untuk 'menulis' pesan atau pengetahuan harus memahat batu dulu... Alamak, diriku yang nggak sabaran ini mungkin akan memilih mengubah tujuan pahat menjadi cobek di tengah jalan ðŸ™ƒ

 

Kalau nggak ada buku… 


Mungkin cerita dan pengetahuan akan tetap disebarkan melalui lisan. Ya bisa juga sih, tau kisah Smong? Dongeng yang berhasil menyelamatkan ribuan jiwa penduduk Pulau Simeuleu pada bencana tsunami Aceh tahun 2004. Dongeng yang secara lisan diwariskan turun temurun dari beberapa generasi, terbukti masih ampuh diambil pesannya (tentang ini bisa dibaca disini).

 

Sayangnya dongeng itu nggak nyampe Bekasi nih. Fusi kecil nggak tau tuh cerita Smong. Tapi sekarang, berkat buku Smong si Raksasa Laut yang diterbitkan Bhuana Ilmu Populer, Alkisah yang baru berusia tiga tahun, anak Jakarta asli, sudah kenal kata tsunami dari buku itu. Nggak perlu ke Pulau Simeuleu dulu.

 

Kalau nggak ada buku... 


Mungkin kita akan mengandalkan indera lain dalam belajar, telinga mungkin? Setelah melihat manfaat mendengarkan podcast dongeng bagi Alkisah, seharusnya aku merasa itu feasible aja. Tapi pertanyaannya adalah, bagaimana skimming-nya??? Ketika sedang butuh suatu informasi buru-buru, atau sekadar ingin mengulang singkat sebuah bagian menarik dari tengah cerita, mencarinya gimana? Apa rekaman audionya harus di fast forward hingga jadi merepet-repet gitu suaranya? Uhuhu. Berasa dengar wawancara penjual bakso boraks. 

 

Kalau nggak ada buku... 


Komik juga nggak ada dong? Ah! Apa seru menikmati One Piece tanpa lihat gambarnya? Akan sepanjang apa audio yang dibutuhkan untuk menjabarkan semua hal keren dan detail yang tergambarkan? Oda Sensei nggak bisa menyelipkan Pandaman lagi dong? 


Membayangkan scene ini dalam bentuk audio... Pusing sendiri huhu.


Kalau nggak ada buku... 


Akankah tetap ada huruf dan angka? Mungkin saja ada, paling tidak di kalkulator lah buat dagangan. 

 

Kalau nggak ada buku... 


Apa yang akan ku lakukan di waktu luang? Mungkin saja ya aku jadi melakukan hobi lain yang sebelumnya nggak terpikirkan kayak parkour atau joget tiktok.

 

Kalau nggak ada buku... 


Cilikba nggak ada dong? Apa yang akan menjadi jalan ninjaku kala bosan aku dengan penat dan enyah saja kau pekat? Apa yang akan ku lakukan bersama Alkisah di waktu luang? 

 

Kalau nggak ada buku... Ya mungkin saja. Banyak kemungkinan. Tapi kayaknya kurang seru ya…

 

Sudahlah. Saat ini mari bersyukur dengan eksistensi buku dalam kehidupan ini. Semoga hidup tanpa buku ini hanya singgah berbatas 'kalau' dalam pikiranku. 

 

Selamat membaca buku!