Thursday 24 January 2019

Strong Parenting for Great Generation; Seminar tentang Bully-ing Pada Anak

Hari Sabtu 8 Desember (I  knooooow so last year hahaha) kemarin, saya berkesempatan menghadiri acara ini:


Pembicaranya Ibu Retno Listyarti (Komisioner KPAI), dan Ibu Kasandra Putranto (psikolog klinis dan forensik). Topiknya agak berat ya heu, dan ternyata sangat insightful. Intinya sih tentang bully dan kekerasan pada anak (fisik maupun psikis). Nah, saya ingin menceritakan beberapa hal dari para pembicara baik fakta based on research, maupun dari pengalaman beliau-beliau yang cukup membuat saya membatin "Masaaaaaa?". 

Pertama-tama, mari kita simak regulasi tentang bully dan atau kekerasan pada anak yang tertuang dalam UU No.35 Tahun 2014. Levelnya Undang-Undang loh!

Kutipan UU No.35 Tahun 2014, yang sering disebut oleh Ibu Retno

Berikut ini adalah beberapa cerita yang saya sempat catat di hp, beserta sedikit pembahasan berdasarkan pemahaman saya dan kesan yang saya dapat setelah mendapat materi di acara tersebut (jadi mungkin subjektif, tapi tentu terpengaruh materi acara) :

*btw"korban" disini maksudnya korban bully dan atau kekerasan, dan "pelaku" disini maksudnya pelaku bully dan atau kekerasan yaa

  • Hukuman berupa suruhan untuk memukul teman. Ceritanya ada anak SD (sebut saja A) yang menurut gurunya harus dihukum (kalo ga salah karena berisik), temannya  (si B) disuruh mukul A, ketika si B menolak, si C disuruh memukul si B, biar B mau memukul A. --- Ketika anak salah, sebaiknya dididik untuk menjadi lebih benar. Hukuman berupa hal yang tidak baik sepertinya justru akan memprovokasi, bukannya membuat keadaan menjadi lebih baik. Pun larangannya tertuang di Pasal 76C UU 35/2014, menyuruh melakukan kekerasan terhadap anak. Kalo kata Tan Malaka "Tujuan pendidikan sejatinya mempertajam pikiran, dan memperhalus perasaan".
  • Hukuman menjilat WC di suatu SD dari guru kepada muridnya. Di jilatan ketiga anak tersebut muntah. --- Ini jelas banget sih ga baiknya yaa huhu cemana deh ah speechless ah
  • Anak sekolah ketauan merokok, kemudian dihukum dengan merokok sambil direkam dan disebar di grup media sosial orangtua --- Dihukum dengan kesalahannya which is bukan hal yang baik, dan disebar which is termasuk cyber bully-ing. Gimana perasaan anak dan orangtuanya? Mungkin maksudnya untuk efek jera, tapi ternyata kayaknya efek lainnya banyak ya... Balik lagi ke Pasal 76B
  • Anak (remaja perempuan) seorang dokter yang hampir menjadi korban perdagangan manusia. Modusnya, pelaku mengaku sebagai mahasiswa dan aktif berkomunikasi lewat media sosial (chat pribadi), pendekatan cukup lama dan tidak mencurigakan. Sering dibantu mengerjakan tugas, dan hal-hal yang bersifat mendukung lainnya. Sampai suatu ketika diajak bertemu dengan syarat tidak boleh ada yang tau. Anak tersebut hilang, dan satu-satunya petunjuk ditemukan setelah mengecek akun medsosnya. Pada akhirnya anak tersebut ditemukan selamat, hampir dikirim ke luar negeri. --- Kenapa anak itu bisa percaya sekali dengan orang yang dikenal dari medsos? Mungkin karena ia butuh perhatian, butuh teman yg bisa dipercaya, yang karena tidak bisa ia dapat di lingkungan terdekat which is orangtua, maka carilah ia perhatian ke tempat lain. Ternyata bisa loh kayak giniii huhuhu
  • Orangtua pelaku yang memiliki mindset "Anak saya memang seperti itu. Biarkan saja namanya juga anak-anak" --- Ini bisa berefek ke pelaku  akan merasa kurang diperhatikan dan malah bisa jadi korban kayak poin sebelumnya, bisa juga malah jadi merasa didukung dan makin menjadi-jadi membully temannya. Sebaiknya orang tua  mengevaluasi dan mencari solusi, kenapa ya anakku bisa jadi pelaku bully? Bisa jadi karena ia mencontoh lingkungan terdekat, apa mungkin orangtuanya sering berantem sampe tanpa sadar sering membully satu sama lain? Atau dari tontonannya? 
  • Orangtua korban atau guru yang memiliki mindset "Biar Tuhan yang membalas", "Ngadu-ngadu itu nggak boleh" ---  ternyata ini berbahaya sekali! Orang dewasa di sekitar korban sebaiknya mendukung untuk melaporkan kejadian, agar tidak berlanjut dan mencegah anak lain menjadi korban juga. Lebih jauh, hal ini bisa berdampak ke psikologis korban, jadi nggak percaya diri, nggak percaya sama orangtua dan atau guru, dan sebagainya. Membiarkan anak dalam situasi perlakuan salah juga termasuk dalam Pasal 76B.
  • Korban yang nggak mau melapor sekolah dan pasrah dengan perlakuan pelaku bully di sekitarnya. --- Merasa nyaman dalam kekerasan itu berbahaya. Anak sebaiknya diajarkan untuk tau kalo dirinya berharga dan nggak pantas untuk di bully. Kalo dibiarkan, selain berdampak ke psikologi anak korban, hal ini dapat memacu pertumbuhan bully kepada anak lainnya, karena bisa saja pelaku merasa bully ini adalah hal yang wajar karena tidak mendapat perlawanan.
  • Yang harus dilakukan jika anak menjadi korban adalah berbicara dengan pihak sekolah dan orangtua pelaku. Itulah pentingnya pembinaan guru, dinas, dan sekolah menjadi lebih ramah anak. Harus diingat kalau anak yang menjadi pelaku bully juga harus ditolong.
  • Anak yang menjadi korban predator anak, sudah didekati selama 4 tahun. Ceritanya si predator adalah guru si anak, yang lama kelamaan orangtuanya jadi percaya sekali sama guru ini, hingga menimbulkan ketergantungan. Anaknya maunya belajar sama guru ini, nilainya jadi bagus, dsb. Sampe akhirnya si anak betul-betul hanya bersama gurunya tanpa pengawasan sama sekali dan jadi korban huhuhu
  • Depresi dan adiksi itu bersaudara dan bisa bersifat saling sebab akibat. Ada loh yang kecanduan main game dan begitu disuruh berhenti jadi mogok makan sampe ngejedot-jedotin kepala ke tembok. --- Kenapa bisa adiksi? Mungkin kayak cerita sebelumnya; kurang perhatian dari lingkungan terdekat, atau depresi karena masalah tertentu.  Karena depresi jadi adiksi, eh karena adiksi jadi depresi. Pusing ga lu huhu
  • Penelitian membuktikan, terdapat kesamaan di struktur otak antara sesama korban, dan sesama pelaku. Nih saya tampilkan foto slide Ibu Kasandra yaa, semoga kebaca:





  • Hal itu juga menjelaskan kenapa sebagian besar kasus bully terjadi pada anak dan remaja (ya ampun pantesan suka galau ya dulu pas remaja wkwk). Dan itu juga mengapa banyak korban yang pasrah, diem aja, bahkan sampai pada taraf nyaman dalam kekerasan. Terus apa gunanya informasi ini? Lanjut ke poin selanjutnya yaa
  • Mana yang lebih dulu, karena selaput myelin yang tipis makanya jadi korban, atau karena jadi korban selaput myelin otak jadi tipis? Ternyata bisa keduanya sodara-sodaraaa, kayak ayam sama telur ya. Terus piye? Sekalian di poin selanjutnya
  • Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, dapat dilakukan dengan meningkatkan social skill. Efeknya hormonal, ke otak, ke kepercayaan diri, dsb (maaf ga inget detail), dan menurut Ibu Kasandra, yang dapat dilakukan to level up social skill adalah (disingkat ABCDEFG):
  1. Attitude and achievement --- mari mulai dengan attitude yang baik di lingkungan terkecil sehingga bisa achieve hal-hal yang baik
  2. Big brain --- apa saja yg dilakukan mempengaruhi kualitas otak, hormonal
  3. Care and love --- dijelaskan tentang peraturan dan hak anak dari dan pada orangtua, tunjukkan tentang perhatian dan rasa sayang
  4. Dance and exercise --- kegiatan fisik membantu produksi endorfin si hormon kebahagiaan, sehingga tidak perlu mencari kebahagiaan pada org lain
  5. Eat healthy food and drinks --- ini akan mempengaruhi mood. Selain itu, nutrisi yang baik akan merangsang produksi neuron baru, memperbaiki otak bagian pembelajaran dan ingatan, termasuk mempengaruhi selaput myelin yang sebelumnya dibahas
  6. Fun edutainment --- mengajak anak berpikir kreatif, sehingga terbiasa dengan pemecahan masalah, melatih asertivitas dan ketekunan, serta meringankan kecenderungan depresi dan kecemasan
  7. Good quality of sleep --- untuk anak, tidur  yang cukup termasuk tidur siang bagus untuk perkembangan otak

Serem ga sih? Huhuhu maafkan ceritaku yang mungkin kurang berurut. Udah lama sekali ini ngendon di draft, kubingung mau dirapiin gimana........ Dan sayang sekali saya ga banyak foto informatif tentang isi slidenya, kata panitia akan dikirimkan ke email peserta tapi belum juga sampe sekarang heu, keburuuu ga tahan ku ingin sekali share ini,  karena kayak kata Ibu Kasandra, "Anak-anak kita, they could be in a wrong time with wrong person in wrong place." Jadi bukan cuma kita dan orang-orang terdekat anak kita yang sebaiknya aware akan hal ini, karena anak-anak kita akan ketemu banyak orang di dunia ini. Soooo let's spread the awareness! Semoga nggak cuma anak-anaknya, tapi juga orangtuanya bisa kuat menghadapi segala tantangan kehidupan saat ini dan masa depan, aamiin!

No comments:

Post a Comment